Senin, 14 September 2009

Aspek Hukum Pengiriman TKI


Prinsip-prinsip Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia

Terbatasnya lapangan kerja baru di dalam negeri, menyebabkan banyak para tenaga kerja Indonesia (TKI) yang ingin mengadu nasib ke negara tetangga bahkan seluruh negara penempatan TKI yang masih membutuhkan tenaga kerja dan memberikan upah yang lebih tinggi daripada di dalam negeri. Pada umumnya, para TKI tersebut memiliki keterampilan dan pendidikan yang rendah, kurang berpengalaman, tidak kompeten serta tidak memiliki daya saing tinggi sehingga sangat diperlukan upaya-upaya perlindungan agar TKI lebih merasa aman dalam bekerja di luar negeri.

Di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan terdapat asas-asas yang terkait dengan perlindungan, di mana hal tersebut ada di dalam Pasal 32 ayat (1), yaitu:

1. Terbuka.

Pemberian informasi kepada pencari kerja secara jelas, antara lain jenis pekerjaan, besarnya upah, dan jam kerja. Hal ini diperlukan untuk melindungi pekerja atau buruh serta untuk menghindari terjadinya perselisihan.

2. Bebas.

Pencari kerja bebas memilih jenis pekerjaan dan pemberi kerja bebas memilih tenaga kerja sehingga tidak dibenarkan pencari kerja dipaksa untuk menerima suatu pekerjaan dan pemberi kerja tidak dibenarkan dipaksa untuk menerima tenaga kerja yang ditawarkan.

3. Objektif.

Pemberi kerja agar menawarkan pekerjaan yang cocok kepada pencari kerja sesuai dengan kemampuannya dan persyaratan jabatan yang dibutuhkan, serta harus memperhatikan kepentingan umum dengan tidak memihak kepada kepentingan pihak tertentu.

4. Adil dan setara.

Penempatan tenaga kerja dilakukan berdasarkan kemampuan tenaga kerja dan tidak didasarkan pada ras, jenis kelamin, warna kulit, agama, dan aliran politik.[1]

Perlindungan merupakan faktor dominan untuk menyelesaikan dan mencegah permasalahan yang timbul di kemudian hari. Faktor-faktor perlindungan yang perlu dikembangkan antara lain:

1. Melaksanakan law enforcement.

Dalam rangka perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri perlu dilakukan pembinaan dan pengendalian pelaksanaan penempatan oleh pelaku penempatan tenaga kerja Indonesia melalui penegakan peraturan yang berlaku dan pemberian sanksi terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi sesuai dengan ketentuan yang berlaku secara konsekuen.

2. Menyempurnakan substansi permintaan nyata tenaga kerja Indonesia.

Permintaan nyata calon tenaga kerja Indonesia oleh pengguna jasa harus mencantumkan uraian, spesifikasi, dan persyaratan jabatan calon tenaga kerja Indonesia secara jelas dan terperinci untuk memudahkan penyediaan dan penyiapan calon tenaga kerja Indonesia yang sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa.

3. Menetapkan dan memperbaharui standar perjanjian kerja antara tenaga kerja Indonesia dengan pengguna jasa tenaga kerja di tiap-tiap negara.

Setiap tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri harus menandatangani perjanjian kerja antara dirinya dan pengguna jasa dengan diketahui oleh perwakilan Republik Indonesia di negara setempat. Perjanjian kerja berlaku dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di kedua belah pihak. Untuk itu, pemerintah menetapkan dan memperbaharui standar-standar perjanjian kerja bagi setiap jenis jabatan di setiap negara dengan mengutamakan hak dan perlindungan tenaga kerja Indonesia.

4. Menetapkan sistem asuransi perlindungan tenaga kerja Indonesia.

Untuk menjamin perlindungan tenaga kerja Indonesia, setiap tenaga kerja Indonesia harus diikutkan pada program asuransi di Indonesia walaupun di negara tujuan telah diasuransikan atas nama tenaga kerja Indonesia.

Pemerintah menetapkan jenis pertanggungan asuransi dimaksud. Tenaga kerja Indonesia dapat memilih perusahaan asuransi yang telah memenuhi ketentuan yang berlaku. PJTKI harus bertanggung jawab terhadap keikutsertaan asuransi tenaga kerja Indonesia dalam membantu pemenuhan klaim, penyelesaian kasus dan masalah serta bantuan hukum.

5. Mengadakan kerjasama bilateral dengan negara penerima tenaga kerja Indonesia.

Dalam meningkatkan kepastian perlindungan di negara penerima tenaga kerja Indonesia, pemerintah mengupayakan kerja sama bilateral dengan setiap negara penerima tenaga kerja Indonesia melalui penandatanganan memorandum of understanding penempatan tenaga kerja Indonesia baik antara pemerintah (government to government), antara pemerintah dan non-pemerintah (government to public) atau antar instansi non-pemerintah (public to public).

6. Memberantas jaringan dan kegiatan penempatan tenaga kerja Indonesia ilegal.

Untuk memberantas jaringan dan kegiatan penempatan tenaga kerja Indonesia ilegal, perlu dilakukan:

a. Penyuluhan kepada calon tenaga kerja Indonesia tentang prosedur dan tata cara bekerja ke luar negeri.

b. Peningkatan koordinasi penempatan tenaga kerja Indonesia.

c. Penyusunan perangkat hukum penindakan para calo tenaga kerja Indonesia dan jaringannya.

d. Penindakan hukum bagi calo tenaga kerja Indonesia.

7. Mengoptimalkan peran perwakilan Republik Indonesia di setiap negara dalam memberikan penbinaan, pengawasan, dan perlindungan tenaga kerja Indonesia.

Peran perwakilan Republik Indonesia di negara-negara tempat terdapatnya tenaga kerja Indonesia diharapkan lebih meningkat. Untuk itu diupayakan penambahan tenaga yang membidangi ketenagakerjaan, penyediaan sarana dan prasarana penunjang, penyediaan bantuan dana untuk keperluan operasionalnya yang lebih lanjut akan dikoordinasikan dengan instansi terkait dalam hal ini yakni Departemen Dalam Negeri. Dalam kaitannya dengan pembinaan, pengawasan, dan perlindungan tenaga kerja oleh perwakilan Republik Indonesia, maka:

a. Setiap tenaga kerja Indonesia yang tiba ke negara tujuan harus melaporkan kedatangannya ke perwakilan Republik Indonesia.

b. Perwakilan Republik Indonesia melakukan pembinaan kepada tenaga kerja Indonesia.

c. Perwakilan Republik Indonesia melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perjanjian kerja dengan kunjungan ke pengguna jasa.

d. Perwakilan Republik Indonesia melakukan perlindungan tenaga kerja Indonesia, penyelesaian kasus dan masalah.

e. Perwakilan Republik Indonesia menginformasikan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya ketenagakerjaan.

8. Membentuk pos pelayanan terpadu penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri yang berada di bawah koordinasi Perwakilan Republik Indonesia.

Perwakilan Republik Indonesia membuka pos pelayanan terpadu penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri untuk:

a. Menginventarisasikan permasalahan atau kasus tenaga kerja Indonesia.

b. Membantu menyelesaikan permasalahan atau kasus yang dialami tenaga kerja Indonesia.

c. Melakukan kunjungan ke pengguna jasa dalam rangka pembinaan kepada tenaga kerja Indonesia.

d. Mengkoordinasikan pertemuan berkala antar tenaga kerja Indonesia di wilayahnya.

9. Menyiapkan konsultan hukum untuk mengatasi masalah-masalah tenaga kerja Indonesia di luar negeri.

Dalam rangka membantu tenaga kerja Indonesia bermasalah, yang tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan dan mengharuskan masalah tersebut diajukan ke pengadilan, tenaga kerja Indonesia tersebut harus dibantu penyelesaiannya dengan menyediakan pengacara (lawyer) oleh PJTKI bersama-sama pemerintah.[2]

Selain faktor-faktor perlindungan di atas yang harus dikembangkan, maka prinsip-prinsip perlindungan tenaga kerja Indonesia yang harus diperhatikan adalah:

1. Jaminan adanya pembelaan dan perlindungan tenaga kerja di seluruh tahap penempatan.

Pembelaan dan perlindungan merupakan faktor dominan untuk menyelesaikan dan mencegah permasalahan yang timbul akibat perbedaan kepentingan calon TKI atau TKI dengan pihak lain (orang perorangan atau badan hukum). Terwujudnya suatu pembelaan sekurang-kurangnya membutuhkan ketentuan hukum sebagai landasan operasionalnya, mekanisme dan personil yang memiliki kemampuan teknis di bidangnya.

2. Pengawasan dan penegakan hukum secara konsisten tanpa diskriminasi.

Pengawasan dan penegakan hukum mengacu pada faktor-faktor ketentuan perundang-undangan yang harus dilaksanakan, serta pihak-pihak yang bertanggung jawab melaksanakan sehingga peraturan yang berlaku dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Dalam arti luas fungsi pengawasan dapat dilakukan oleh siapa saja baik oleh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dalam arti preventif edukatif dapat dilaksanakan pejabat pemerintah di bidangnya.[3]

Proses Pengiriman TKI

1. Pencalonan TKI dapat dilakukan melalui 2 (dua) kemungkinan, yaitu berdasarkan lamaran langsung dari para Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI) ataupun berdasarkan rekomendasi dari perwakilan perusahaan yang ada di beberapa provinsi seperti Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi, Jawa Barat dan Lampung. Jika seorang CTKI berasal dari daerah, maka proses administrasi dilaksanakan terlebih dahulu di daerah, setelah itu diproses kembali di kantor pusat Jakarta.

2. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh para CTKI, adalah:

a. Berpendidikan minimal lulus Sekolah Dasar (SD) dan harus menyertakan ijasah

b. Berusia minimal 22 tahun, maksimal 35 tahun

c. KTP, Kartu Keluarga dan Akte Kelahiran

d. Lolos interview dan tes kesehatan. Untuk menjalani tes kesehatan, PJTKI ini mengadakan kerja sama dengan Rumah Sakit Medical Adinah

3. Jika para CTKI ini telah melewati semua persyaratan tersebut, mereka harus mengikuti pelatihan di BLKLN. Lama pelatihan variatif tergantung apakah seorang CTKI adalah seorang CTKI yang belum berpengalaman sama sekali (Non) atau apakah ia sebelumnya sudah pernah dikirim ke Luar Negeri sebagai TKI (Ex). Jika CTKI adalah TKI yang non, lama pelatihan yang harus ditempuh sekitar 25 hari, sedangkan bagi ex-TKI, maka lama pelatihan hanya 2 minggu.

Setiap minggu-nya, para CTKI akan menjalani pelatihan pada hari Senin-Jumat mulai dari pukul 08.00-15.00. Sedangkan pada hari Sabtu BLKLN akan memberikan kelonggaran bagi para CTKI. Para CTKI dituntut untuk mengikuti segala pelatihan yang diberikan dengan serius karena para instruktur akan memberikan sanksi sewajarnya seorang murid sekolah jika mereka melalaikan kewajiban belajarnya.

Jenis pelatihan yang diberikan kepada para CTKI antara lain meliputi:

a. Penataan Rumah Tangga

Pelatihan yang diberikan dalam penataan rumah tangga meliputi cara menggunakan mesin cuci, menyetrika, merapikan tempat tidur, mengunakan vacuum cleaner, membersihkan kamar mandi, memasak masakan arab, dan memandikan bayi. Dalam melakukan pelatihan ini, para CTKI dididik oleh dua orang instruktur laki-laki dan perempuan. Sebagai fasilitas penunjang pelatihan, perusahaan ini memiliki beberapa ruangan untuk pemberian materi berupa Ruang Teori, Ruang Praktek dan Ruang Serbaguna. Di Ruang Teori, suasananya seperti ruangan kelas yang terdiri dari meja dan kursi belajar serta papan tulis. Di Ruang Praktek, ruangannya dikondisikan sebagai ruang tamu, ruang kamar tidur, dapur, kamar mandi serta tempat perawatan bayi dan lansia. Di ruangan ini, para CTKI akan mendapatkan materi sekaligus melakukan praktek kerja. Di Ruang Serbaguna, para CTKI akan menonton film yang memutarkan kondisi kerja di Arab Saudi sehingga mereka mendapatkan gambaran yang jelas tentang situasi kerja yang akan dihadapi.

b. Bahasa Arab

Pembekalan bahasa arab bagi para CTKI merupakan hal yang sangat penting karena nantinya mereka akan berkomunikasi dengan bahasa arab dengan majikannya. Menurut instrukur bahasa arab BLKLN, Bapak H. Abdul Wahid LC, pelatihan bahasa arab yang diberikan meliputi bahasa atau kosa kata sehari-hari yang dipakai untuk semua peralatan di dapur, peralatan di ruang tidur, peralatan di ruang makan, peralatan di ruang tamu, peralatan di kamar mandi, di luar rumah, macam-macam bumbu, macam sayur mayur, macam buah-buahan, macam-macam pakaian dan lain-lain.

c. Pembekalan Mental

Pembekalan mental bagi CTKI sangat penting mengingat bahwa nantinya CTKI akan masuk kedalam lingkungan yang secara kultur berbeda.

4. Setelah para CTKI telah melewati pelatihan, maka mereka akan mendapatkan visa dan selanjutnya akan diberitahukan kedatangannya ke perwakilan di luar negeri. Para CTKI ini akan dijemput oleh majikan mereka di airport.

Adapun lembaga pemerintah yang berperan dalam pengiriman TKI ke luar negeri adalah[4]:

NO

Proses Pelayanan

Instansi/Lembaga

1.

Pembuatan dan Pengesahan Job Order.

* PJTKA
* KBRI/KJRI

2.

Pembuatan Surat Ijin Pengerahan (SIP)

Depnakertrans/Ditjen PTKLN

3.

Rekruitmen

* Dinas Tenaga Kerja
* BP2TKI

4.

Uji Kesehatan

* Medical Centre
* Dep. Kesehatan

5

Uji Ketrampilan dan Sertifikat Kompetensi.

* BLK-LN
* Depnakertrans/Dit. Stanser
* Lembaga Uji Ketrampilan

6.

Pembuatan Paspor dan Visa

* Dinas Tenaga Kerja
* Dep. Kehakiman/Ditjen

Imigrasi
* Kedutaan Besar Negara Asing

7.

Asuransi, Tabungan dan Dana Jaminan TKI

* Badan Otonom
* Bank
* Perusahaan Asuransi

8.

Pembuatan KTLN (Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri) dan BFLN (Bebas Fiskal Luar Negeri)

* BP2TKI
* Badan Otonom

9.

Keberangkatan (Pemulangan)

* Dep. Perhubungan/Bandara
* Dep.Perhubungan/Pelabuhan

Laut
* Dep. Kehakiman/Imigrasi

Hubungan Kerja

UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mendefinisikan hubungan kerja sebagai hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Perjanjian kerja sendiri dalam Kepmenakertrans Nomor 104A Tahun 2002 tentang Penempatan TKI ke Luar Negeri menyebutkan Perjanjian Kerja adalah perjanjian tertulis antara TKI dan Pengguna yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak mengenai syarat-syarat dan kondisi kerja[5].

Perjanjian kerja yang terjadi antara PJTKI, TKI, dan pengguna jasa TKI, berdasarkan hasil wawancara kami dengan pengurus PJTKI, adalah antara TKI dan PTKI, pengguna jasa TKI dengan TKI itu sendiri, dan antara pengguna jasa TKI dengan perusahaan pengerah TKI yang ada diluar negeri. Sedangkan antara PJTKI dengan pengguna jasa TKI tidak mempunyai hubungan kerja langsung karena secara praktiknya tidak ada hubungan yang secara langsung antara PJTKI dengan pengguna jasa TKI. Untuk pengawasan hak-hak TKI selama bekerja diluar negeri menjadi kewajiban perusahaan pengerah TKI yang berada diluar negeri dan KBRI yang ada disana. Sedangkan hubungan antara PJTKI dan perusahaan pengerah TKI yang berada diluar negeri timbul berdasarkan perjanjian kerja sama.

Kemudian Perjanjian Kerja antara TKI dan si pengguna jasa TKI dibuat salinannya untuk diberikan kepada masing-masing pihak serta kepada KBRI, untuk dilegalisasi. Hal ini penting untuk mengingatkan masing-masing pihak akan hak dan kewajibannya. Arti penting KBRI menjadi salah satu pihak yang menerima perjanjian tersebut adalah untuk pengakuan terhadap keberadaan TKI di negara tersebut, sehingga KBRI dapat melindungi TKI jika hak-haknya dilanggar[6].

D. Aspek Hukum Perjanjian Kerja

Sebagai perjanjian yang mempunyai cirri-ciri khusus, perjanjian kerja pada prinsipnya adalah merupakan perjanjian. Oleh karena itu sepanjang mengenai ketentuan yang bersifat umum terhadap perjanjian kerja berlaku peraturan sebagaimana layaknya perjanjian biasa. Untuk menunjukkan keterkaitan antara perjanjian kerja dengan perjanjian pada umumnya dapat dilihat dari ketentuan yang mengatur perjanjian kerja yang terdapat pada Bab 7a buku ketiga KUHPerdata.

Perjanjian kerja merupakan perjanjian yang memaksa karena para pihak tidak dapat secara bebas menentukan isi dari perjanjian tersebut. Hal ini dikarenakan adanya kaedah super memaksa yang terdapat pada Undang-undang Ketenagakerjaan.

Suatu perjanjian kerja mempunyai unsur-unsur :

a. Adanya pekerjaan;

Yang dimaksud dengan pekerjaan adalah prestasi yang harus dilakukan sendiri oleh phak penerima kerja, dan tidak boleh dialihkan kepada pihak lain.

b. Adanya unsur dibawah perintah

Hal ini menunjukkan adanya hubungan kedinasan atau atasan bawahan yang menjadikan pihak penerima kerja sangat tergantung pada perintah, instruksi, atau petunjuk dari pihak pemberi kerja.

c. Adanya upah tertentu;

Upah merupakan imbalan dari pekerjaan yang dilakukan oleh penerima kerja yang berupa uang atau bukan uang. Sistem pemberian upah biasanya berdasarkan atas waktu atau hasil yang pada prinsipnya mengacu kepada hukum, peraturan perundang-undangan yang berlaku, atau kebiasaan yang ada dalam masyarakat.

d. Adanya waktu;

Unsur waktu dalam hal ini adalah waktu yang dihabiskan untuk melakukan pekerjaan atau lamanya pekerja melakukan pekerjaan yang diberikan oleh pemberi kerja. Dengan demikian perjanjian kerja dapat dibedakan atas perjanjian kerja waktu tertentu, perjanjian kerja dengan batas waktu, dan perjanjian kerja dengan waktu tidak tertentu.

Jadi, jika dilihat dari jenis-jenis perjanjian kerja diatas, maka perjanjian kerja antara PJTKI dengan CTKI dapat dikategorikan ke dalam perjanjian dengan waktu tertentu.

Perjanjian Kerja dibuat atas dasar sebagai berikut[7]:

a. kesepakatan kedua belah pihak;

Kesepakatan timbul timbul antara TKI dengan majikannya melalui perjanjian kerja yang telah disediakan oleh perusahaan pengerah TKI di luar negeri. Lalu perjanjian kerja tersebut dikirimkan ke KBRI untuk dilegalisasi. Masing-masing pihak yang melakukan perjanjian kerja tersebut mempunyai salinannya. Pada PJTKI yang kami teliti, mereka menerapkan perjanjian kerja ini dengan baik.

b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;

Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum. Pada PJTKI yang kami kunjungi usia minimum untuk menjadi TKI adalah 22 tahun sampai dengan 35 tahun. Namun pada kenyataannya masih saja ada PJTKI lain yang “nakal” yang memalsukan usia CTKI sehingga jika ada pelanggaran hak maka pemerintah tidak dapat melindunginya karena dokumen yang dipegang oleh si TKI tersebut palsu.

c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan;

Adanya pekerjaan yang diperjanjikan. Dalam perjanjian kerja harus memuat jenis pekerjaan yang harus dilakukan oleh pekerja serta jabatannya. Hal ini dimuat dalam Pasal 54 ayat (1) c Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam PJTKI yang kami teliti, mereka menyediakan CTKI khusus untuk menjadi pembantu rumah tangga dan beberapa orang baby sitter. Di dalam perjanjian kerja yang mereka tunjukkan kepada kami, di dalamnya memuat apa yang harus mereka lakukan, dan berapa gaji atau upah yang berhak mereka terima.

d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku.

Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan yang masih berlaku positif.


[1]Mardjono, “Aplikasi Sistem Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia,” (Makalah Disampaikan pada Seminar Sistem Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia), Jakarta, 2003.

[2]Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Strategi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri” (Jakarta: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2000), hal. 37-41.

[3]Mardjono, op. cit.

[4]Bambang Putratama, Rencana Penghapusan Biaya Fiskal Perjalanan ke Luar Negeri Untuk ASEAN dan Pengaruhnya terhadap Peran Kendali DEPNAKERTRANS pada PJTKI, http://www.nakertrans.go.id/hasil_penelitiannaker/penghapusan_biaya_fiskal.php

[5] http://www.nakertrans.go.id/perundangan/kepmen/kepmen_104a_2002.php

[6] UU Nomor 39 2004 pasal 7 huruf e menyebutkan bahwa pemerintah berkewajiban untuk memberikan perlindungan kepada TKI selama masa sebelum pemberangkatan, masa penempatan, dan masa purna penempatan.

[7] UU Nomor 13 tahun 2003 pasal 52 ayat 1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar